Mama Baik Kenalan

Saya adalah seorang perawat. Pekerjaannya merawat pasien di rumah sakit. Yang mempunyai cita-cita ingin merawat keluarga (suami, anak, dan orang tua) seutuhnya, ingin mencurahkan semua inspirasi-inspirasinya, dan mewujudkan mimpi-mimpinya, mimpi dunia untuk akhirat.

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 17 April 2018

Setelah Resign

Baru kali ini saya mendapati pekerjaan yang membuat kaki saya sering lebam lebam biru kecil. Selama ini dulu bekerja, dulu kuliah, dan melakukan aktifitas lain, nggak pernah sampai muncul lebam-lebam biru seperti ini. Kecuali memang bener-bener capek. MasyaAllah..  Inilah pekerjaan seorang bunda,  seorang ibu. (jadi teringat ibu kandung saya, hiks). Anak saya saat ini berusia 14 bulan, dan nempel banget dengan saya apalagi sejak saya resign Desember 2017 lalu. Dikit-dikit minta gendong, apalagi sekarang saya tinggal dirumah kontrak bukan di rumah ortu lagi. Mungkin karena baru pindah, Hanif jadi sering nempel dan nggak mau ditinggal sendiri meski hanya ke dapur saja. Selalu minta gendong. Capek iya, tapi sabar harus tetap terjaga. Ada sahabat mengira mungkin aku sempat nyesal ambil keputusan resign, selain pemasukkan berkurang jadi tambah capek. Pemasukkan berkurang tapi InsyaAllah pasti ada rejeki yang mengiringi, percaya dan tetap usaha saja. Jalan rejeki ada banyak cara. Nyesal? InsyaAllah nggak karena ini sudah keputusan sejak awal. Apalagi saya membayangkan kalau saya kerja dan yang merawat Hanif adalah ibu atau neneknya Hanif,  nanti pasti sama saja, malah membuat ibu kecapekan. Mungkin nyesal nggak, tapi kangen bekerja sebagai perawat iya banget. Bismillah... Sekarang mulai merintis usaha kuliner pisang crispy, keripik pisang, dan kreasi flanel. Walaupun sudah mulai merintis, pekerjaan sebagai bunda ini sungguh luar biasa. Nguris rumah tangga, anak, dan bisnis. Bisnis ini jelas nggak bisa sendiri, butuh karyawan juga.  Masih gampang gampang susah mencarinya. Tetap semangat. Untuk bunda bunda super yang baca curhatan saya, tetap semangat dan sukses yaa. 😊

Selasa, 21 November 2017

Resign dari Zona Nyaman

Mengajukan surat pengunduran diri dari tempat kerja itu rasanya campur aduk ya. Apalagi saya ini orangnya galauan banget. Jadi dibawa alay & baper deh. Jalan ke kantor HRD aja deg deg an.

Tepat tanggal 31 Oktober kemarin saya mengajukan surat itu ke HRD Rumah Sakit. Saya adalah seorang perawat, tepatnya diruang ICU. Sudah 2 tahun lebih kerja sebagai perawat. Sebenarnya sudah lama saya ingin resign, tapi karena banyak pertimbangan, alhasil saya tunda terus.

Kenapa rasanya campur aduk?
Kenapa rasanya galau?
Padahal resign ini keinginan saya banget.
Karena saat saya mengajukan surat pengunduran diri itu berarti saya akan meninggalkan zona nyaman. Kok bisa zona nyaman?
Yup..! Yang awalnya saya bekerja sebagai perawat, melakukan aktifitas rutin seperti biasa, berangkat kerja, ketemu teman juga, kerjaan selesai bisa istirahat, dapat gaji per bulannya, anak dititipkan dirumah dengan orang tua, pulang kerja, dll. Apalagi suami pulang Sabtu Ahad, jadi nggak terlalu repot. Dan lain lain pokoknya.

Tapi minusnya apa?

Saya jadi nggak ahli masak deh. Karena keseringan dimasakkin ibu, sedangkan saya momong anak dan mengerjakan kegiatan lain misal mencuci, setrika. Saya jadi jarang masak, suami pulang aja, jarang dan bingung mau masakkin apa, alhasil sering jajan diluar, huhuhu duh sedihnya makk, sisi lain jadi nggak hemat, dan saya sebagai istri berasa gimana gitu. :( Enak sih dimasakkin tapi saya sempat berfikir, kalau misal ibu meninggal atau nggak ada, gimana saya bisa masak. Belajar masak? Sudah, tapi rasanya masih kurang kalau nggak sering dipraktekkan.

Terus susah me-manage keuangan sendiri. Karena listrik, belanjaan, dll langsung saya kasihkan ortu. Kurang atau lebih, ortu nggak pernah mempermasalahkan. Kalau lebih sih nggak apa apa. Kalau kurang ini kasihan ortu. Huhuhu..

Itu semua adalah zona nyaman yang akan saya tinggalkan. Apalagi suami minta kita tinggal sendiri alias tidak seatap dengan orangtua agar menjadi lebih mandiri dan dewasa.

Saat resign, saya akan mengatur semuanya sendiri sebagai istri. Mulai dari memasak, merawat anak, mengatur keuangan, dan mulai menjadi woman enterpreneur. Yang biasa kerjaan sudah selesai bisa istirahat banyak, kalau resign pasti masak cuci sendiri, belum selesai mandiiin anak, ngurusin, dan memperhatikan perkembangan dan pertumbuhannya. (Suami bantuin juga boleh nih, hehe). Istirahat aja kalau anak tidur (biasanya saya gitu). Jelas tidak ada zona nyaman disini. Tapi perjuangan untuk mencapai zona nyaman InsyaAllah tercapai.

Mungkin mak mak pembaca sudah lebih dulu melalui itu semua daripada saya.
Mak mak semuanya amazing dan super pokoknya.

Kenapa saya resign?
Jawabannya ada di postingan selanjutnya yaa..
Karena alasan resign saya mungkin bisa menginspirasi emak emak cantik semua.
:-)

Rabu, 08 November 2017

Mama Baik Kenalan

Mama Baik


Alhamdulillah. Ini adalah posting tulisan pertama saya! Yeay!
Mungkin agak lebay ya bagi sahabat semua. hehehe☺
Kenapa saya begitu excited nggak jelas, karena sebenarnya banyaakk sekali inspirasi yang ada di kepala mama 1 anak ini yang belum sempat tercurahkan dari dulu. Mau nulis dan mengungkapkannya aja rasanya maju mundur, kehalang pikiran males & negatif kalau diri ini rasanya nggak bisa apa-apa. Jangan ditiru males & pesimisnya ya mbak mas sahabat.

Oh iya, saya belum salam.
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Selamat datang semuanya di halaman kamar web inspirasi mama baik.

Saya adalah seorang perawat. Pekerjaannya merawat pasien di rumah sakit. Yang mempunyai cita-cita ingin merawat keluarga (suami, anak, dan orang tua) seutuhnya, ingin mencurahkan semua inspirasi-inspirasinya, dan mewujudkan mimpi-mimpinya, mimpi dunia untuk akhirat.

Perkenalkan nama saya Rayyan Nurfitria. Seorang istri dari suami yang amazing dan mama beranak yang sholeh, saat ini 1 anak bernama Hanif, yang berarti baik agamanya, aamiin. Itulah latar belakang nama dari web ini (baca dan gabungkan tulisan yang ditebalkan yaa...).

Saya juga suka banget sama yang namanya craft. Mungkin web ini akan lebih banyak diisi dengan sharing craft. Saat ini saya punya online shop "iniflanel handmade". Kreasi handmade yang berbahan dasar kain flanel. Bisa stalking di instagram dengan akun : iniflanel. Masih instagram aja sih yang aktif, web online dan lain-lain belum. Dan mulai suka menulis, terutama menulis di blog.

Salam dan senang berkenalan dengan sahabat pembaca, mari kenalan juga yuk. Bisa melalui komentar atau kirim kirim say salam ke email saya rayan.noer@gmail.com
Silahkan berkirim pesan, tolong jangan disalahgunakan yah.

Semoga postingan saya bermanfaat ya sahabat.


Mama with Hanif


Senin, 25 Agustus 2014

Diam pada Saat yang Tepat



Dikisahkan bahwa ada seorang lelaki miskin yang mencari nafkahnya hanya dengan mengumpulkan kayu bakar lalu menjualkan pasar. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan. Bahkan, kadang-kadang tak mencukupi kebutuhannya. Tetap ia terkenal sebagai orang yang sabar.

Pada suatu hari, seperti biasa dia pergi ke hutan untuk mengumpulkan kayu bakar. Setelah cukup lama dia berhasil mengumpulkan sepikul besar. Ia lalu memikulnya di pundaknya sambil berjalan menuju pasar. Setibanya di pasar ternyata orang-orang sangat ramai dan agak berdesakan. Karena khawatir orang-orang akan terkena ujung kayu yang agak runcing, ia lalu berteriak, “Minggir... minggir! Kayu bakar mau lewat!.”

Orang-orang pada minggir memberinya jalan dan agar mereka tidak terkena ujung kayu. Sementara, ia terus berteriak mengingatkan orang. Tiba-tiba lewat seorang bangsawan kaya raya di hadapannya tanpa mempedulikan peringatannya. Kontan saja ia kaget sehingga tak sempat menghindarinya. Akibatnya, ujung kayu bakarnya itu tersangkut di baju bangsawan itu dan merobeknya. Bangsawan itu langsung marah-marah kepadanya, dan tak menghiraukan keadaan si penjual kayu bakar itu. Tak puas dengan itu, ia lalu menyeret laki-laki itu ke hadapan hakim. Ia ingin menuntut ganti rugi atas kerusakan bajunya.

Sesampainya di hadapan hakim, orang kaya itu menceritakan kejadiannya serta maksud kedatangannya menghadap dengan si lelaki itu. Hakim itu lalu berkata, “Mungkin ia tidak sengaja.” Bangsawan itu membantah. Sementara si lelaki itu diam saja seribu bahasa. Setelah mengajukan beberapa kemungkinan yang selalu dibantah oleh bangsawan itu, akhirnya si hakim mengajukan pertanyaan kepada lelaki tukang kayu bakar itu. Namun, setiap kali hakim itu bertanya, ia tak menjawab sama sekali, ia tetap diam. Setelah beberapa pertanyaan yang tak dijawab berlalu, sang hakim ahkirnya berkata pada bangsawan itu, “Mungkin orang itu bisu, sehingga dia tidak bisa memperingatkanmu ketika di pasar tadi.”

Bangsawan itu agak geram mendengar perkataan hakim itu. Ia lalu berkata,”Tidak mungkin! Ia tidak bisu wahai hakim. Aku mendengarnya berteriak di pasar tadi. Tidak mungkin sekarang ia bisu!” Dengan nada sedikit emosi. “Pokoknya saya tetap minta ganti,” lanjutnya.

Dengan tenang sambil tersenyum, sang hakim berkata, “Kalau engkau mendengar terikannya, mengapa engkau tidak minggir? Jika ia sudah memperingatkan, berarti ia tidak salah. Anda yang kurang memperdulikan peringatannya.”

Mendengar keputusan hakim itu, bangsawan itu hanya bisa diam dan bingung. Ia baru menyadari ucapannya ternyata menjadi bumerang baginya. Akhirnya ia pun pergi. Dan, lelaki tukang kayu bakar itu pun pergi. Ia selamat dari tuduhan dan tuntutan bangsawan itu dengan hanya diam.

Ane pribadi juga salut sama hakimnya. Cerdas banget! :D

(Kisah ini dikutip dari Majalah “Nurul Hayat” Bacaan Hikmah Keluarga, Edisi 127 Agustus 2014, www.nurulhayat.org)


Sepatu Ajaib








Dari sepatu pun kita bisa lupa, atau bahkan tidak seharusnya kita pikirkan dan mempercayai hal didalamnya. Kisah ini saya baca dari buku yang saya pinjam dari teman SMP, Annisa namanya, yang ia beli saat masih nyantri di Pondok Gontor. Silahkan dipantengin yaa.. Dan jangan lupa aplikasikan hikmahnya. :)



Pada suatu hari, sehabis sholat subuh Abu Nawas buru-buru ke pasar. Ia ingin membeli barang-barang kebutuhan dapurnya. Sepanjang jalan ia selalu menyapa orang-orang yang berpapasan dengannya. Maklum, ia tergolong orang yang ramah. Beberapa lama kemudian ia sampai di pasar. Ia tidak langsung membeli barang-barang keperluannya. Ia sengaja berjalan-jalan terlebih dahulu untuk melihat-lihat keadaan di dalam pasar. Ketika ia sampai di salah satu sudut pasar, pandangannya tertuju pada kerumunan orang. “Hayo tuan-tuan, ini barang murah... ini barang antik...” teriak seorang lelaki tua menawarkan dagangannya di tengah kerumunan.

Abu Nawas bergegas menuju kerumunan orang itu. Dilihatnya banyak sekali barang bagus yang dijual dengan harga di bawah harga pasar. Sebagaimana yang lain, Abu Nawas pun ikut memilih-milih barang. Siapa tau ada barang yang dibutuhkannya.

Sudah beberapa barang dilihat-lihatnya, dipegang dan diteliti dengan seksama, namun Abu Nawas kurang tertarik. Ia segera mengembalikan barang-barang itu pada tempatnya. “Ini barang apa, tuan?” tanya Abu Nawas sambil tangannya menunjuk barang yang masih terbungkus.
           
“O, itu?” kata si pedagang, “Itu sepatu ajaib,” jawabnya.
"Sepatu ajaib?” tanya Abu Nawas
“Benar tuan. Itu sepatu ajaib yang tidak sembarangan orang memilikinya.”
 Abu Nawas semakin penasaran, lalu ia bertanya lagi, “Apa kehebatan sepatu ajaib ini?”

“Kehebatannya adalah, bila tuan membelinya, tuan akan dikenal banyak orang. Sebab sangat sedikit orang yang memiliki dan memakai sepatu ini. Begitu juga, bila tuan semula adalah orang yang tidak punya, maka akan menjadi orang berpunya.”

“Hebat sekali... Berapa harganya?”
“Murah  tuan, hanya 500 dirham.”
“Wah, itu terlalu mahal,” sergah Abu Nawas, “tapi biarlah, ini saya beli, ya!”

Pedagang itu kemudian membungkus sepatu ajaib dan diserahkan kepada Abu Nawas. Karena Abu Nawas hanya membawa uang 500 dirham, ia pun langsung pulang, tidak jadi membeli barang-barang keperluannya.

Ketika sampai di rumah, Abu Nawas hampir saja dimarahi istrinya. Sebab istrinya telah cukup lama menunggu kedatangannya beserta bahan-bahan mekanan untuk dimasak hari itu. Tetapi yang dibawa malah sebuah sepatu. Ketika istrinya akan marah, Abu Nawas menghiburnya, “Maafkan aku istriku, aku belum berbelanja untuk keperluan makan hari ini. Tetapi aku membawa sesuatu yang bisa membuat kita segera menjadi orang yang terkenal dan kaya mendadak.”

Sambil mengeluarkan sepatu ajaib itu dari bungkusnya, Abu Nawas terus menghibur istrinya. “Lagi pula untuk keperluan masak hari ini, kita kan bisa membelinya di toko terdekat sekitar sini.” Mendengar perkataan Abu Nawas yang demikian, istrinya pun bisa menerimanya.

Beberapa hari kemudian, Abu Nawas terus menunggu. Di dalam pikirannya terbayang sebentar lagi ia akan menjadi orang kaya dan terkenal. Hari berganti hari, hingga sampai sebulan sudah ia menunggu. Namun saat-saat yang ia impikan itu tetap saja tak kunjung jadi kenyataan. Akhirnya Abu Nawas memutuskan untuk memakai sepatu ajaib itu kemana saja ia pergi. Sampai-sampai Abu Nawas menjadi terkenal, sebagai pemilik sepatu ajaib.

Namun anehnya, setiap Abu Nawas memakai sepatu tersebut, setiap kali itu pula kakinya lecet, terluka. Maklum, sepatu itu sangat kasar fisiknya. Barangkali sangat kasar ini ia pula yang menyebabkan orang-orang tidak mau membelinya. Pendek kata, hanya Abu Nawas yang memiliki sepatu seperti itu.

Karena setiap kali sepatu itu selalu dipakai selalu melukai kakinya. Abu Nawas pun kemudian berniat membuang sepatu tersebut. Ia lalu melemparkannya ke atas genting. Sengaja ia melemparkannya kesana, karena siapa tahu kapan-kapan sepatu itu bisa dimanfaatkan lagi. Tetapi karena melemparkannya terlalu keras, genting rumahnya banyak yang pecah dan rontok ke tanah.

“Sepatu sialan!” gerutunya. “Sudah sering melukai kaki bila dipakai, sekarang malah membuat genting rumahku rontok dan banyak yang pecah.”

Ia kemudian mengambil sepatu itu dan melemparkannya ke parit depan rumahnya. Namun apa yang terjadi? Ketika musim penghujan datang, parit itu tersumbat dan airnya pun tidak bisa mengalir lancar. Akibatnya, ia membludak ke mana-mana. Seluruh desa tergenang air.

Pada penduduk pun beramai-ramai membersihkan parit. Hingga sampai akhirnya salah satu diantara mereka ada yang melihat sesuatu yang menyumbat aliran air. Ia kemudian mengambilnya dari parit tersebut. “Ternyata sepatu ini yang menyebabkan kampung kita menjadi banjir,” kata orang itu sambil menunjukkan kepada teman-temannya.

“Ini kan sepatu milik Abu Nawas yang sering dipakai itu?” sahut yang lain.

Karena itu, Abu Nawas pun dimarahi para penduduk. Sementara Abu Nawas sendiri hanya bisa diam, sebab bagaimanapun ia telah bersalah membuang sepatu ajaib itu ke parit.”

“Sepatu ini kembali memwaba kemalangan bagi saya,” desah Abu Nawas. “Saatnya aku harus menyingkirkannya jauh-jauh, namun bagaimana caranya?!”

Rupanya ia tidak mau menempuh cara seperti yang pernah dilakukannya terdahulu, ia berpikir untuk menemukan cara terbaik menyingkirkan sepatu ajaib itu. Lama ia termenung, hingga akhirnya malam pun tiba. “Nah, sekarang aku menemukan cara yang bagus,” ucap Abu Nawas smontan. “Aku akan memungut sepatu ini ke tanah sedalam-dalamnya agar tidak lagi menimbulkan kemalangan bagiku.”

Malam itu juga Abu Nawas berniat untuk mengubur sepatu ajaibnya. Ia tidak ingin berlama-lama bersamanya.

Abu Nawas kemudian keluar dari pintu belakang rumahnya. Sengaja begitu, karean ia tidak ingin ada orang lain melihat apa yang sedang ia kerjakan. Tak lama kemudian ia sudah memasukkan sepatu itu ke dalam lubang galian. Setelah selesai menimbun dengan tanah, ia pun bergegas kembali masuk ke rumahnya. Hatinya terasa lega. Sebab sesuatu yang membuatnya sial telah ia singkirkan dari hadapannya.

Akan tetapi tanpa sepengetahuan Abu Nawas, sepatu ajaib itu telah diganti dan diambil oleh pencuri yang sejak lama mengintai gerak-geriknya tadi. Pencuri itu mengira bahwa Abu Nawas menimbun emas yang sangat banyak.

Karena malam itu sangat gelap sekali, pencuri itupun langsung membawanya pergi tanpa mengetahui barang apa sebenarnya yang ia bawa. Dalam hatinya Cuma ada satu, yakni ia telah mendapatkan emas yang sangat banyak.

Namun ketika pencuri itu sampai di depan rumah penduduk yang ada lampunya, ia baru menyadari bahwa yang dibawanya itu bukan emas. “Astaga...! ternyata iiu hanya sebuah sepatu jelek!” teriak si pencuri itu sembari membantingnya.

Karena pencuri itu belum mendapatkan barang sedikitpun yang bisa ia bawa pulang, akhirnya untuk melampiaskan kekecewaannya, ia pun mencuri dan menguras habis barang-barang di dalam rumah yang ada lampunya tersebut.

Keesokan harinya si pemilik rumah itu terkejut bukan main. Semua barang yang ada di dalam rumahnya telah habis disikat pencuri, ia kemudian memeriksa sudut-sudut rumahnya, dengan harapan masih ada barang berharga yang tersisa. Selang beberapa saat kemudian, pemilik rumah itu menemukan sesuatu yang tergeletak di halaman rumahnya. “Lhi ini kan sepatu ajaib milik Abu Nawas,” ucapnya ketika mengingat pemilik sepatu itu yang tidak lain adalah Abu Nawas. “Mengapa ada disini? Jangan-jangan yang mencuri tadi malam adalah Abu Nawas,” pikirnya kemudian.

Bersama-sama orang sekampung, pemilik rumah yang kecurian itu kemudian mendatangi rumah Abu Nawas. Ketika sampai di rumahnya, Abu Nawas terkejut bukan main, ketika dituduh sebagai pencuri. “Bila aku yang mencuri, apa buktinya?!” bantah Abu Nawas.

“Ini buktinya,” jawab pemilik rumah yang kecurian itu, sambil menunjukkan sepatu Abu Nawas. “Bukankah ini sepatu milikmu yang tertinggal tadi malam saat engkau mencuri?”

Abu Nawas seketika itu juga menyadari apa yang terjadi. Ia lalu menjelaskan perkara yang sebenarnya sejak awal hingga akhir. Orang-orang itupun percaya dengan penuturan Abu Nawas, sebab Abu Nawas selama ini dikenal sebagai orang yang jujur dan berbudi pekerti baik.

Setelah para penduduk meninggalkan rumahnya, Abu Nawas pun kemudian bermaksud mengembalikan sepatu ajaib itu ke pedagang di pasar tempat ia membeli. Setelah berpamitan dengan istrinya, ia segera pergi ke pasar untuk menemui si pedagang sepatu tersebut. Tak lama kemudian, sampailah juga ia di pasar dan menemukan pedagan yang dimaksud.

“Assalamu’alaikum!” ucap Abu Nawas memberi salam.“Wa’alaikum salam,” jawab si pedagang, “Oh, engkau Tuan, bagaimana kabarmu?”
“Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan!” jawab Abu Nawas ketus.
“Ditimpa kemalangan bagaimana?” tanya pedagang itu penasaran.
“Gara-gara sepatu ini, aku terus-menerus tertimpa kemalangan. Padahal dulu engkau mengatakan bahwa sepatu ini bisa mendatangkan keberuntungan. Aku bisa menjadi orang terkenal dan kaya. Tetapi mana buktinya? Malah aku sering kena marah dari penduduk kampung karena sepatu ini.”

“Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu tuan?” jawab si pedagang tua itu mengelak.

“Saya mengatakan bahwa bila tuan semula adalah orang yang tidak punya, maka tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekatang tuan dikenal oleh orang banyak karena memilikinya.”

Mendengar penuturan pedagang itu, Abu Nawas hanya bisa diam. Ia menyadari bahwa dirinya telah salah tafsir. “Tapi... tapi... mengapa sepatu ini engkau katakan sepatu ajaib?” tanya Abu Nawas kemudian.

“Oh itu?” pedagang tersebut menjawab, “sebab merk sepatu itu bernama Ajaib. Jadi pantaslah bila saya menyebutnya dengan sepatu ajaib, sebagaimana kita menyebut ikan emas. Sebab ikan itu berwarna seperti emas.”

Lagi-lagi Abu Nawas tidak bisa berkata apa-apa mendengar penuturan pedagang itu. Lantas, ia mohon diri begitu saja. “Tapi tunggu tuan!” cegah pedagang itu ketika melihat Abu Nawas bergegas pergi. “Saya ingin mengatakan sesuatu kepada tuan.”

“Ya, silahkan! Apa yang ingi kamu katakan,” jawab Abu Nawas.

“Saya ingin berpesan, janganlah sekali-kali di hati tuan ada sedikitpun rasa percaya bahwa sesuatu selain Allah itu bisa mendatangkan kekayaan atau keberuntungan atau yang laiinya. Sebab percaya pada sesuatu selain Allah SWT itu bisa membuat kita syirik dan mendapatkan kesusahan baik di dunia maupun di akhirat kelak. Buktinya, sebagaimana yang tuan alami. Oleh karena itu, segeralah bertaubat kepada Allah SWT. Memang, syirik seperti ini jarang sekali kita sadari, kecuali oleh hamba-hamba Allah yang selalu berserah diri kepada-Nya.”

Mendengar penuturan seperti itu, Abu Nawas baru menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Allah. Mulai saat itulah ia sangat berhati-hati kepada hal-hal yang –kadang-karang tanpa disadari– akan menjerumuskan kita pada perbuatan syirik kepada Allah SWT. Astagfirullaahal’azhiim wa atuubu ilaihi.

(Kisah ini dikutip dari buku “Ashabul Ukhdud 50 Kisah Penggugah Jiwa”. Editor: Achmad Jauhari)